Minggu, 22 Mei 2011

Kualitas Batubara


Kualitas Batubara


1.    Arti Penting Kualitas Batubara
Salah satu tahapan penting dalam rangkaian proses eksploitasi dan produksi batubara adalah memahami benar tipikal batubara dalam hal ini kualitasnya.
Mengingat biaya eksploitasi yang mahal, kita harus memperhitungkan aspek ekonomis. Hanya batubara dengan kualitas yang bagus dan seam-nya (lapisan) tebal akan menjadi titik target untuk ditambang.
Demikian juga dalam rangkaian proses produksi yang pada ujungnya akan berhubungan dengan marketing dimana customer/buyer (pembeli) kita akan membeli produk batubara dengan parameter kualitas tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Dengan demikian kualitas batubara merupakan faktor yang sangat penting selain aspek besar cadangan dan lain-lain.  


2.    Kendali Geologi Terhadap Kualitas Batubara
Sebelum membahas tentang beberapa analisa kualitas yang dilakukan di laboratorium maka akan dikupas terlebih dahulu tentang faktor geologi yang mengendalikan kualitas batubara dan parameter kualitas batubara berdasarkan pengamatan di lapangan.

        Faktor Geologi Sebagai Pengendali Kualitas Batubara
Faktor geologi yang akan berdampak pada kualitas batubara secara global adalah cekungan sedimentasi. Cekungan sedimentasi batubara secara umum diklasifikasikan dalam 2 jenis, yaitu cekungan yang berkembang di wilayah kontinen stabil dan cekungan sedimentasi bergerak (mobile), seperti back arc basin atau pull apart basin yang umumnya terbentuk di daerah batas atau dalam kontinen oleh tenggelamnya atau tabrakan antar plate.
Kedua jenis cekungan tersebut berbeda pada mekanisme pembentukan, proses akumulasi tumbuhan, gerakan struktural, perbedaan sifat batubara, dan lain-lain sebagai berikut :

2.1.1 Karakteristik Cekungan Tipe Kontinen Stabil
 Gerakan tektonik        :  tenggelam perlahan di wilayah yang luas.
 Deposit tumbuhan     :  di bawah kondisi teroksidasi dalam basin
yang luas.
 Kuantitas batubara    :  terdapat lapisan batubara yang tipis secara
konsisten dalam daerah yang luas, tetapi cadangan batubara dalam satu satuan luas kecil.
 Struktur batubara       :  kaya akan maseral inertinite dan disertai
maseral vitrinite.
  Coalification              :  Sebanding dengan kedalaman endapan.

2.1.2 Karakteristik Cekungan Tipe Bergerak (Mobile)
Gerakan tektonik         :  gerakan blok
 Deposit tumbuhan     :  di bawah kondisi tereduksi dalam basin yang
sempit.
 Kuantitas batubara    :  terdapat lapisan batubara yang tebal, namun
kurang konsisten dalam daerah penyebaran
yang sempit dengan cadangan batubara dalam satu satuan luas besar.

 Struktur batubara       :  kaya akan maseral vitrinite dan exinite.
 Coalification               :  bukan saja dipengaruhi oleh kedalaman 
endapan tetapi juga oleh gerakan tektonik dan aktifitas gunung api.


        Parameter Kualitas Batubara Berdasarkan Karakteristik Pengamatan di Lapangan

        Warna
Warna batubara bervariasi dari coklat hingga hitam legam. Warna batubara yang hitam, mengkilap, penyusunnya terdiri dari vitrain (berbentuk lapisan, sangat mengkilap, pecahan konkoidal; kaya akan maseral vitrinite yang berasl dari kayu dan serat kayu) dan clarain (berbentuk lapisan-lapisan tipis, sebagian mengkilap dan kusam; kaya akan maseral vitrinite dan liptinite yang berasal dari spora, kutikula, serbuk sari, getah).
Warna hitam    :  bituminous – antrasit (high rank)
Warna coklat    :  lignite (low rank)






           (a)                      (b)                        (c)                    (d)
Gambar V.1 Jenis tekstur batubara : (a) Vitrain ; (b) Clarain ;
                     (c) Durain ; (d) Fusain             


2.2.2 Pelapukan
Batubara yang cepat lapuk (low rank), sedangkan high rank tidak cepat lapuk. Proses penguapan air lembab menyebabkan pecahnya batubara, sehingga mempercepat proses oksidasi dan penghancuran tekstur umum batubara.



2.2.3 Gores
 Warna gores bervariasi dari hitam legam hingga coklat. Lignite mempunyai gores coklat, sedangkan bituminous goresnya hitam sampai hitam kecoklatan.

2.2.4 Kilap
Kilap tergantung dari tipe dan derajat batubara. Kilap kusam umumnya berderajat rendah (low rank), batubara berderajat tinggi (high rank) umumnya mengkilap.

2.2.5 Kekerasan
Kekerasan berhubungan dengan struktur batubara, yaitu komposisi dan jenisnya. Batubara kusam dan berkualitas rendah umumnya keras, sedangkan batubara cerah dan berkualitas baik umumnya tidak keras dan mudah pecah.

2.2.6 Pecahan
Pecahan memperlihatkan bentuk dari potongan batubara dalam sifat memecahnya. Antrasit atau high bituminous pecahannya konkoidal, sedangkan bituminous dan lignite pecahannya tidak teratur.
Batubara dengan kandungan zat terbang (volatile matter) rendah pecahannya meniang, sedangkan batubara kandungan zat terbang tinggi pecahannya persegi atau kubus.

2.2.7 Pengotor atau Parting
Berupa lapisan tipis (bisa berupa batupasir, lanau, lempung) di dalam lapisan batubara, tebalnya bervariasi mulai dari beberapa milimeter sampai beberapa centimeter (max ditambang tebal parting 10 cm).




2.2.8 Cleat
Merupakan rekahan di dalam lapisan batubara khususnya batubara bituminous yang umumnya berupa rekahan pararel dan tegak lurus terhadap lapisan batubaranya. Di dalam cleat sering terisi material klastik seperti batulempung atau batupasir, hal ini menyebabkan meningkatnya kandungan mineral matter,  volatile matter dan abu sehingga nilai kalorinya menjadi rendah. Semakin banyak cleat maka batubara tersebut semakin rendah kalorinya.


3. Pengambilan Sample (Sampling)

 

3.1   Pendahuluan

Sampling secara umum dapat didefinisikan sebagai “Suatu proses pengambilan sebagian kecil contoh (sample) dari suatu material sehingga karakteristik contoh material tersebut mewakili keseluruhan material”.
Didalam industri pertambangan batubara, sampling merupakan hal yang sangat penting, karena merupakan proses yang sangat vital dalam menentukan karakteristik batubara tersebut. Dalam tahap eksplorasi, karakteristik batubara merupakan salah satu penentu dalam studi kelayakan apakah batubara tersebut cukup ekonomis untuk ditambang atau tidak. Begitu pun dalam tahap produksi dan pengapalan atau penjualan batubara tersebut karakteristik dijadikan acuan dalam menentukan harga batubara.
Secara garis besar sampling dibagai menjadi 4 golongan dilihat dari tempat pengambilan dimana batubara berada dan tujuannya yaitu: Exploration sampling, Pit sampling, Production sampling, dan loading sampling (barging dan  transhipment).
Exploration sampling dilakukan pada tahap awal pendeteksian kualitas batubara baik dengan cara channel sampling pada outcrop atau lebih detail lagi dengan cara pemboran atau drilling. Tujuan dari sampling di tahap ini adalah untuk menentukan karakteristik batubara secara global yang merupakan pendeteksian awal batubara yang akan dieksploitasi.
Pit sampling dilakukan setelah eksplorasi bahkan bisa hampir bersamaan dengan proses tambang didalam satu pit atau block penambangan dengan tujuan lebih mendetailkan data yang sudah ada pada tahap eksplorasi. Pit sampling ini dilakukan oleh pit control untuk mengetahui kualitas batubara yang segera akan ditambang, jadi lebih ditujukan untuk mengontrol kualitas batubara yang akan ditambang dalam jangka waktu short term. Pit sampling ini juga dapat dilakukan dengan pemboran juga dengan channel pada face penambangan kalau diperlukan untuk mengecek kualitas batubara yang dalam proses ditambang.
Production sampling dilakukan setelah batubara di proses di processing plant dimana proses ini dapat merupakan penggilingan (crushing) pencucian (washing), penyetokan dan lain-lain. Tujuannya adalah mengetahui secara pasti kualitas batubara yang akan di jual atau dikirim ke pembeli supaya kualitasnya sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dan telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dengan diketahuinya kualitas batubara di stockpile atau di penyimpanan sementara kita dapat menentukan batubara yang mana yang cocok untuk dikirim ke  buyer tertentu dengan spesifikasi batubara tertentu pula. Baik dengan cara mencampur (blending) batubara-batubara yang ada di stockpile atau pun dengan single source dengan memilih kualitas yang sesuai.
Loading Sampling; dilakukan pada saat batubara dimuat dan dikirim ke pembeli baik menggunakan barge maupun menggunakan kapal. Biasanya dilakukan oleh independent company karena kualitas yang ditentukan harus diakui dan dipercaya oleh penjual (shipper) dan pembeli (buyer). Tujuannya adalah menentukan secara pasti kualitas batubara yang dijual yang nantinya akan menentukan harga batubara itu sendiri karena ada beberapa parameter yang sifatnya fleksibel sehingga harganya pun fleksibel tergantung kualitas aktual pada saat batubara dikapalkan.
Sampling, preparasi dan analisa sample batubara dengan berbagai tujuan seperti telah dijelaskan di atas,dilakukan dengan menggunakan standar-standar yang telah ada. Dimana pemilihannya tergantung keperluannya, biasanya tergantung permintaan pembeli atau calon pembeli batubara. Standar yang sering digunakan untuk keperluan tersebut diantaranya ; ASTM (American Society for Testing and Materials), AS (Australian Standard), Internasional Standard, British Standard, dan banyak lagi yang lainnya yang berlaku baik di kawasan regional maupun internasional.

3.2   Penggolongan Sampling
3.2.1  Berdasarkan Metode Pelaksanaan
3.2.1.1  Manual sampling
Ada beberapa cara pengambilan sample secara manual.
a)    Pengambilan sample pada Stop Belt
Pengambilan sample cara ini merupakan cara yang terbaik yaitu dengan mempergunakan peralatan frame yang bentuk dan ukurannya disesuaikan dengan bentuk belt conveyor dan ukuran batubara tersebut. Pengambilan sample cara ini dapat dipakai sebagai pembanding dari cara lain terutama dilihat dari kadar abu dan moisture. Perbedaan hasil ini disebut juga bias. Pengambilan sample cara stopped belt kurang disukai karena banyak waktu yang terbuang.

b)    Pengambilan sample dari Falling Stream
Pengambilan sample cara ini ialah mengambil sample batubara saat batubara itu jatuh dari satu belt ke belt berikutnya dan hanya dapat dilakukan apabila:
               Top Size < 63 mm
               Kecepatan Muat < 100 MT/jam
Oleh karena top size batubara umumnya £  50 mm maka pengambilan sample cara ini masih dimungkinkan walaupun kecepatannya + 200 MT/jam. Adapun peralatan yang dipakai adalah ladle bukan scoop.

c)    Pengambilan sample saat belt berjalan (Moving Belt)
Pengambilan sample cara ini sangat sulit dan berbahaya baik untuk fasilitas muat maupun untuk keselamatan tenaga penyampling. Pengambilan sample cara ini hanya dapat dilakukan apabila:
               - Top Size < 63 mm
               - Kecepatan muat < 100 MT/jam
               - Ketebalan batubara < 20 cm
               - Kecepatan belt < 1.5 m/detik
               - Batubara terdiri dari satu jenis

d)    Pengambilan sample dari Dumptruck / Wagon
Pengambilan sample cara ini sangat sulit, karena terjadi segregasi pada saat transportasi. Pengambilan sample pada dumptruck/wagon dilakukan dengan peralatan Auger  atau membor batubara di dalam truk tersebut. Sebaiknya pengambilan samplenya dilakukan saat pemuatan ke truk atau saat pembongkaran dari truk ke stockpile atau hopper.

e)    Pengambilan sample dari Stockpile
Pengambilan sample dari stockpile sangat sulit sekali, karena tingginya lapisan batubara dan untuk itu diperlukan peralatan khusus yaitu Auger atau membor timbunan batubara tersebut.
Oleh karena pada umumnya sample yang diambil dari permukaan saja, maka hasil analisa sample tersebut hanya dapat dipakai sebagai indikasi saja tidak untuk dinegosiasikan.

3.2.1.2  Mechanical sampling
Pengambilan sample secara mekanikal dilakukan pada saat belt tersebut berjalan. Pengambilannya dapat dilakukan dari atas belt (cross belt sampler) atau dari falling stream. Ada beberapa tipe alat untuk pengambilan sample cara ini.
P.T. Adaro adalah salah satu perusahaan yang menggunakan cross belt sampling. Dalam penggunaan cara ini yang harus mendapatkan perhatian adalah alat bantu screpper dan alat pembersih (brush), karena apabila alat tersebut tidak berfungsi, maka kemungkinan batubara halus akan tertinggal (contoh tidak representative) dan untuk itu peralatan harus dikontrol secara rutin.


3.2.2 Berdasarkan Teknis Pengambilan
3.2.2.1 Core Sampling
Sampling batubara dari borehole (drilling) memiliki perbedaan-perbedaan dengan jenis-jenis sampling yang lainnya. Dimana sample batubara pada jenis sampling ini diambil secara mekanikal yaitu dengan core. Jadi yang dimaksud dengan core sampling ini lebih ditujukan bagaimana terhadap prosedur treatment atau penanganan untuk sample yang telah didapat dari borehole tersebut sampai sample tersebut dikirimkan ke laboratorium. ASTM sendiri menspesifikasikan prosedure pengambilan sample dari core ini dalam  ASTM D 5192 – 95. Practice for collection of coal samples from core.
Core Sampling  terdiri dari :
-       Exploration sampling
-       Deep drilling
-       Shalow drilling
-       Pit sample
-       Pit drilling















Gambar V.2 Sample dari hasil coring
























Gambar V.3 Drilling rig


3.2.2.2    Channel Sampling
Channel sampling adalah pengambilan sample dari lapisan batubara dengan membuat torehan memanjang menurut ketebalan batubara atau endapan bahan galian lainnya. Sample ini mewakili penampang batubara menurut ketebalannya. Sample ini biasanya diambil di sekitar singkapan. Sebelum melakukan penyampelan, sumuran atau parit memanjang dibuat untuk membuka satu sisi batubara segar. Channel sampling terdiri dari :
-       Explorasi sampling
-       Outcrop sampling
-       Pit sampling 
-       Seam face sampling

3.2.2.3        Bulk Sampling
Bulk sampling adalah pengambilan sample dalam jumlah besar yang diambil secara sistematik dalam interval tertentu. Untuk batubara, bulk sample pada awalnya adalah contoh sebanyak satu lori (gerobak) pada interval tertentu sepanjang lapisan batubara untuk analisa ukuran dan pengotor (abu). Tetapi pengertian ini semakin meluas. Tambang-tambang batubara di Indonesia dapat mengambil lebih dari 100000 ton batubara sebagai sample terutama untuk uji bakar pada PLTU, termasuk uji penambangan, uji pengolahan, uji pengangkutan, uji pengapalan, dan uji pemasaran.  Bulk sampling terdiri dari :
-       Stasionary sampling
-        Stockpile sampling
-        Wagon sampling
-        Coal truck sampling
-       Moving sampling
-       Cross belt sampling
-       Stop belt sampling
-       Falling stream sampling
-       Moving bucket sampling







4.  Analisa Kualitas Batubara
Berikut adalah analisa-analisa yang dilakukan untuk mengetahui kualitas batubara :

4.1   Proximate Analysis
Proximate analysis adalah rangkaian analisis yang terdiri dari inherent moisture, total moisture, ash, volatile matter dan fixed carbon.

4.1.1 Inherent Moisture
Inherent moisture disebut juga bed moisture atau in-situ moisture adalah moisture yang terkandung dalam batubara (dalam molekul batubara) di lapisan bawah tanah.
Untuk mensimulasi kondisi bawah tanah, yang mempunyai kelembaban relatif 100%, sulit untuk dilakukan, sehingga untuk mengetahui kandungan inherent moisture yang tepat sulit dilakukan. Sebagai pendekatan dibuatlah suatu tes dengan kondisi simulasi yang dapat dilakukan di laboratorium. Kondisi tersebut yaitu kelembaban relatif 96-97% dan suhu 30oC.
Oleh karena adanya perbedaan kondisi tersebut, maka perbedaan antara hasil analisis dengan inherent moisture yang sebenarnya selalu ada, terutama pada lower rank coal (batubara derajat rendah) yang kandungan moisturenya tinggi.
Moisture holding capacity (ISO, BS dan AS) atau equilibrium moisture (ASTM) adalah analisis untuk menentukan kandungan moisture tersebut. Hasil pemeriksaan analisis ini, dari laboratorium ke laboratorium diharapkan konstan, karena contoh sebelum dianalisis dikondisikan terhadap kondisi standar                              (suhu 30oC;kelembaban 96-97%).  Kondisi contoh yang dianalisis sangat menentukan hasil analisis, oleh karena itu contoh harus sesegar mungkin (tidak boleh teroksidasi).
Antara metode standar ASTM dengan metode standar lainnya (ISO, BS, dan AS) ada perbedaan pada ukuran partikel contoh yang dipergunakan untuk analisis. ASTM menggunakan partikel berukuran 1.18mm, sedangkan metode standar lainnya menggunakan partikel berukuran  -0.212mm.

4.1.2 Total Moisture
Total moisture (TM) adalah moisture yang terkandung dalam   contoh batubara yang diterima di laboratorium, yang mana menggambarkan kandungan moisture sumber batubara yang diambil contohnya tersebut.
Salah satu penetapannya adalah dengan metode two-stage determination. Dalam metode ini penetapan dilakukan dengan dua analisis yang berkaitan. Pertama dilakukan dengan analisis free moisture kemudian dilanjutkan dengan analisis residual moisture.
Dalam ISO, BS, dan AS : Free moisture adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan persen jumlah air yang menguap dari contoh batubara yang dikeringkan pada kondisi ruangan (suhu dan kelembaban ruangan) yang kadang-kadang dibantu dengan hembusan kipas angin. Pengeringan dilakukan sampai mendapat berat konstan.
Air dry loss adalah istilah yang dipergunakan oleh ASTM untuk menyebutkan istilah free moisture ini, sedangkan istilah free moisture dalam ASTM mempunyai pengertian yang berbeda sama sekali. Dalam ASTM : Free moisture adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan moisture yang terdapat pada permukaan partikel batubara pada kondisi tertentu yang dalam ISO, BS dan AS dipergunakan istilah surface moisture.
Residual moisture adalah jumlah persen moisture yang terkandung pada contoh batubara yang sebelumnya telah dikeringkan          (air dried), baik itu contoh yang telah dihaluskan sampai ukuran partikel  212/250 micron (untuk general analysis), maupun contoh yang telah digiling sampai ukuran yang lebih kasar, seperti 0.250, 0.850, 2.36, dan 3.00mm.
Hasil analisis free moisture dan residual moisture kemudian dihitung untuk mendapatkan total moisturenya dengan rumus       TM = FM + RM*(1-FM/100).

4.1.3 Ash
Batubara tidak mengandung ash, tetapi mengandung zat  anorganik berupa mineral.
Ash (A) adalah residu anorganik hasil pembakaran batubara, terdiri dari oksida logam seperti Fe2O3, MgO, Na2O, K2O, dsb, dan oksida non-logam seperti SiO2, P2O5, dsb.
Penetapan ash merupakan bagian dari analisis proximate. Prinsip dari penetapan ini ialah sejumlah contoh batubara yang sudah dihaluskan (+1 gram) dibakar pada suhu dengan rambat pemanasan tertentu sampai didapat residu (abu). Residu yang didapat ditimbang dan dihitung jumlahnya dalam persen.
Nilai kandungan ash suatu batubara selalu lebih kecil daripada nilai kandungan mineralnya. Hal ini terjadi karena selama pembakaran telah terjadi perubahan kimiawi pada batubara tersebut, seperti menguapnya air kristal, karbondioksida dan oksida sulfur.

4.1.4 Volatile Matter
Apabila 1 gram contoh contoh batubara dipanaskan pada kondisi  standar tertentu (suhu 900oC, selama 7 menit dalam furnace khusus) maka akan ada bagian yang terbakar dan menguap. Bagian yang terbakar dan menguap tersebut ialah volatile matter (VM) dan moisture.
Untuk mendapatkan nilai %VM, persen bagian yang terbakar dan menguap tersebut dikurangi %moisture. Analisis ini merupakan bagian dari penetapan proximate.


4.1.5 Fixed Carbon
Fixed carbon adalah nilai total kandungan unsur carbon dalam suatu contoh batubara. Fixed carbon (FC) merupakan bagian dari analisis proximate. Nilai FC tidak didapat melalui analisis tetapi melalui perhitungan (FC = 100 – M AVM).

4.2    Sulphur
Di dalam batubara, sulfur bisa berupa bagian dari material carbonaceous atau bisa berupa bagian mineral seperti sulfat dan sulfida.
Gas sulfur dioksida yang terbentuk selama pembakaran merupakan polutan yang serius. Kebanyakan negara memiliki peraturan mengenai emisi gas tersebut ke atmosfir. Satu persen adalah limit kandungan sulfur dalam batubara yang banyak dipakai oleh negara-negara pengguna batubara. Kandungan yang tinggi dalam coking coal tidak diinginkan karena akan berakumulasi di dalam cairan logam panas sehingga memerlukan proses desulfurisasi.











     Gambar V.4 Bagan alat untuk mengukur total sulfur




4.3   Calorivic Value
Calorivic value adalah jumlah panas yang dihasilkan oleh pembakaran contoh batubara di laboratorium. Pembakaran dilakukan pada kondisi standar, yaitu pada volume tetap dan dalam ruangan yang berisi gas oksigen dengan tekanan 25 atm.
Selama proses pembakaran yang sebenarnya pada ketel, nilai calorivic value ini tidak pernah tercapai karena beberapa komponen batubara, terutama air, menguap dan menghilang bersama-sama dengan panas penguapannya. Maksimum kalori yang dapat dicapai selama proses ini adalah nilai net calorivic value. Calorivic value dikenal juga dengan specific energy dan satuannya adalah kcal/kg atau cal/g, MJ/kg,Btu/lb.












                                                                                      
            Gambar V.5 Adiabatic bomb calorimeter
               (untuk menghitung nilai kalori)




4.4   Relative Density
Relative density adalah perbandingan berat contoh batubara (+ 2 gram) yang telah dihaluskan (-212 micron), dengan berat air yang dipindahkan oleh contoh batubara tersebut dari pycnometer yang dipergunakan untuk pengujian pada suhu 30+0.1oC.
Relative density suatu batubara tergantung dari rank dan kandungan mineralnya. Relative density dengan kandungan ash suatu batubara, dari rank dan jenis yang sama, mempunyai korelasi yang baik sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk memperkirakan kandungan ash suatu batubara dari relative densitynya.











  Gambar V.6 Grafik hubungan antara nilai ash dan relatif density
  
      
4.5   Ultimate Analysis
Ultimate analysis adalah analisis yang memeriksa unsur-unsur  zat organik dalam batubara, seperti karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan oksigen. Unsur-unsur selain oksigen dapat dianalisis di laboratorium, sedangkan untuk oksigen sendiri bisa didapat dari perhitungan.


4.6   Forms of Sulphur
Sulfur dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pyritic sulphur, sulphate sulphur dan organic sulphur. Analisis forms of sulphur dilakukan untuk mengetahui komposisi penyusun sulfur.
Organic sulphur terdapat pada seluruh material carbonaceous dalam batubara dan jumlahnya tidak dapat dikurangi dengan teknik pencucian
Sulfur dalam bentuk pyritic dan sulphate merupakan bagian dari mineral-matter yang terdapat dalam batubara yang jumlahnya kemungkinan masih dapat dikurangi dengan teknik pencucian. Persen pyritic dan sulphate sulphur didapat melalui analisis di laboratorium, sedangkan organic sulphur didapat dengan cara mengurangi % total sulphur dengan pyritic dan sulphate sulphur (S(o) = TS-S(p)-S(s)).
Terdapatnya sulphate sulphur dalam suatu batubara sering dipergunakan sebagai penunjuk bahwa batubara tersebut telah teroksidasi, sedangkan pyritic sulphur dianggap sebagai salah satu penyebab timbulnya spontaneous combustion. Spontaneous combusition adalah proses terjadinya kebakaran stockpile batubara secara spontan.
Sebelum dilakukan proses pencucian batubara sebaiknya dilakukan analisis forms of sulphur terlebih dahulu, untuk mengetahui %organic sulphur-nya. Apabila organic sulphur-nya > 1.00%, kita harus menyadari bahwa sebaik apapun proses pencucian batubara tersebut, produknya tetap akan mengandung total sulphur > 1.00% sehingga kita dapat menentukan apakah proses pencucian batubara efektif untuk dilakukan atau tidak.

4.7   Carbonate Carbondioxide
Penetapan carbonate carbondioxide dilakukan untuk mendapatkan angka yang dapat dipergunakan sebagai pengoreksi hasil penetapan karbon, sehingga karbon yang dilaporkan hanyalah karbon organik (organic carbon). Penetapan carbonate carbondioxide tidak perlu dilakukan pada contoh batubara derajat rendah (brown coal dan lignite), karena batubara derajat rendah atau lower rank coal bersifat asam sehingga carbonate carbon-nya akan kosong.

4.8   Chlorine
Chlorine adalah salah satu elemen batubara yang dapat menimbulkan korosi (pengkaratan) dan masalah fouling/slagging (pengkerakkan) pada ketel uap. Kadar chlorine lebih kecil dari 0.2% dianggap rendah, sedangkan kadar chlorine lebih besar dari 0.5% dianggap tinggi. Adanya elemen chlorine selalu bersama-sama dengan adanya elemen natrium.

4.9   Phosporus
Adanya phosphorus (posfor) di dalam coking coal sangat tidak diinginkan karena dalam peleburan baja, phosphorus akan berakumulasi dan tinggal dalam baja yang dihasilkan. Baja yang mengandung phosphorus tinggi akan cepat rapuh. Phosphorus juga dapat menimbulkan masalah pada pembakaran batubara di ketel karena phosphorus dapat membentuk deposit posfat yang keras di dalam ketel.
Untuk coking coal akan dibahas pada Coking Analysis properties.

4.10  Ash Analysis
Salah satu faktor penting pada pemakaian batubara dan kokas dalam industri adalah sifat mineralnya pada proses pembakaran. Dengan mengetahui sifat-sifat tersebut, proses pemakaian batubara dapat dirancang sedemikian rupa sehingga masalah yang mungkin timbul dapat diantisipasi dengan baik, misalnya masalah penanganan dan pembuangan ash (abu), fly ash (partikel abu halus yang ikut terbang bersama-sama asap dan sisa pembakaran lainnya), clinker, dan slag (cairan kerak).  Selain itu faktor ini sering juga sering dipergunakan sebagai arahan dalam memilih bahan bakar batubara yang cocok untuk suatu industri.
Penggambaran sifat ini, secara kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung rasio kelompok unsur tertentu yang terkandung dalam batubara, yang mana kemudian dikenal dengan istilah slagging dan fouling factor.
Slagging adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran batubara dimana abunya meleleh dan membentuk kerak yang menempel pada dinding dalam ruang pembakaran dan pada pipa-pipa superheater yang berjarak renggang, yang sulit untuk dibersihkan sehingga mengakibatkan berkurangnya penyaluran panas.
Fouling adalah masalah yang timbul pada proses pembakaran dimana abu halus yang mengandung sodium menguap bersama-sama sulphur dan berakibat sama seperti slagging.
 Slagging/fouling factor adalah sebuah indeks yang dihitung baik dari data ash analysis maupun dari data ash fusion temperature yang dapat memberikan indikasi seberapa jauh kecenderungan batubara tersebut menimbulkan masalah slagging/fouling selama proses pembakaran.
Ash sebagian besar terdiri dari oksida silikon, aluminium, besi, kalsium, magnesium, titan, mangan, dan logam alkali. Sebagian di antaranya terikat sebagai silikat, sulfat, dan posfat. Komposisi ash batubara tidak sama dengan komposisi mineralnya tetapi dapat menggambarkan komposisi mineralnya.
Total hasil analisis ini harus 100+2%. Hasil analisis seharusnya dilaporkan dalam basis “Ignited at 800oC”, tetapi banyak orang yang melaporkan hasil analisis ini tanpa mencantumkan basisnya.
Di pabrik semen, yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar, data komposisi abu batubara sangat berguna untuk menghitung kontribusi unsur-unsur yang terdapat dalam abu batubara tersebut terhadap produk semen yang dihasilkan. Data komposisi abu batubara juga berguna sebagai penunjuk kemungkinan dipergunakannya abu tersebut sebagai bahan baku produk sampingan, misalnya batako.
Komposisi ash suatu batubara erat hubungannya dengan ash fusion temperature-nya. Ash yang mengandung oksida besi, kalsium, magnesium, natrium, dan kalium yang tinggi umumnya mempunyai ash fusion temperature yang rendah, sedangkan ash yang mengandung silika, aluminium, dan titan yang tinggi umumnya mempunyai ash fusion temperature yang tinggi. Namun apabila kandungan silika tinggi sekali, ash fusion temperature-nya justru rendah.
Contoh abu batubara yang diperlukan untuk ash analysis dengan metode Atomic Absorption sebanyak 0.400+0.0010 gram (duplo). Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya pengulangan analisis, penyediaan 1.0 gram abu sangatlah bijaksana. Contoh abu dibuat di laboratorium dengan hati-hati agar abu yang terbentuk benar-benar telah terabukan dengan baik. Untuk analisis dengan metode X-Ray Spectometry diperlukan contoh yang lebih banyak.

Tabel V.1
Komposisi Karakteristik
Abu Batubara dan Kokas Inggris
Elemen
Rumus Kimia
Rentang (%)
Silica
SiO2
15 – 55
Alumina
Al2O3
10 – 40
Ferric oxide
Fe2O3
1 – 40
Calcium oxide
CaO
1 – 25
Magnesium oxide
MgO
0.5 – 5
Sodium oxide
Na2O
0 – 8
Potassium oxide
K2O
0 – 5
Titanium oxide
TiO2
0 – 3
Manganese oxide
Mn3O4
0 – 1
Sulphate
SO3
0 – 12
Phospate
P2O5
0 – 3






4.11 Ash Fusion Temperature
Ash fusion temperature (AFT) adalah analisis yang dapat menggambarkan sifat pelelehan abu batubara yang diukur dengan mengamati perubahan bentuk contoh abu yang telah dicetak berupa kerucut, selama pemanasan bertahap.
Analisis biasanya dilakukan dengan dua kondisi pemanasan, yaitu kondisi oksidasi dan kondisi agak reduksi. Pada kondisi reduksi, pemanasan dilakukan dalam tabung pembakaran yang dialiri oleh campuran 50% gas hidrogen dan 50% gas karbondioksida, sedangkan pada kondisi oksidasi pemanasan dilakukan dalam tabung pembakaran yang dialiri oleh 100% gas karbondioksida.
Pengamatan sifat pelelehan ini umumnya dilakukan pada suhu 900oC sampai dengan 1600oC. Pengamatan dicatat dan dilaporkan pada saat contoh abu meleleh dan berubah menyerupai profil standar yang telah tersedia.
Analisis yang dilakukan pada kondisi oksidasi umumnya mendapatkan hasil yang lebih tinggi daripada yang dilakukan pada kondisi reduksi. Hal ini tergantung dari kandungan komponen tertentu dalam abu tersebut, sebagai contoh, komponen besi oksida yang mempunyai efek pelelehan yang berbeda pada kondisi oksidasi dengan pada kondisi reduksi.
Apakah itu AFT oksida atau reduksi yang dapat dipakai untuk memprediksi permasalahan yang mungkin timbul pada suatu instalasi, tergantung dari bentuk operasi itu sendiri. Sebagai contoh, dalam kasus pabrik penghasil gas, dimana kondisi reduksi terjadi di ruang pembakaran maka AFT reduksilah yang cocok untuk dilakukan, sebaliknya pada dasar fixed furnace, dimana udara pembakaran mengalir dari bawah ke atas, kondisinya ialah oksidasi, sehingga AFT oksidasilah yang cocok. Dalam kasus pembakaran pulverized fuel, keadaannya berbeda dan tidak menentu. Pada nyala pembakaran, sebagian besar kondisinya reduksi, sedangkan di luar nyala pembakaran kondisinya agak oksidasi tergantung dari banyaknya kelebihan udara yang dialirkan.
AFT sangat dipengaruhi oleh komposisi abu (ash analysis) :
a.    Apabila komposisi abu semakin mendekati Al2O3.2SiO2 (rasio Al2O3/SiO2 = 1 : 1.18) semakin sulitlah untuk meleleh. Artinya flow temperature-nya tinggi dan rentang suhu lelehnya tinggi.
b.    CaO, MgO, dan Fe2O3 bersifat agak melelehkan sehingga akan menurunkan AFT terutama apabila mengandung kelebihan SiO2.
c.    FeO, Na2O, dan K2O mempunyai kemampuan menurunkan AFT yang sangat kuat.
d.    Kandungan sulfur yang tinggi menurunkan suhu initial deformation dan memperlebar rentang suhu lelehnya (flow-initial deformation).


Batubara yang abunya memiliki AFT yang tinggi (initial deformation > 1350oC), sangat cocok dipergunakan pada operasi dengan sistem penanganan/pembuangan abu berupa padatan kering, sedangkan batubara yang abunya memiliki AFT rendah (flow<1350oC) sangat cocok dipergunakan pada operasi dengan sistem penanganan/pembuangan abu berupa lelehan.
              
4.12 Hardgrove Grindability Index
Hardgrove grindbility index (HGI) adalah indeks yang menggambarkan tingkat kemudahgerusan batubara oleh alat penggerus (pulverizer) di lapangan, yang proses pembakaran batubaranya menggunakan partikel batubara halus (75 micron) yang biasa disebut dengan pulverized fuel (pf).
Harga HGI diperoleh dengan menggunakan rumus :
HGI = 13.6 + 6.93 W
W adalah berat dalam gram dari batubara lembut berukuran 200 mesh. Semakin tinggi nilai HGI suatu batubara semakin mudah batubara tersebut digerus. Semakin tinggi rank batubara, semakin tinggi juga nilai HGI-nya, kecuali anthracite.



HGI tidak bersifat aditif, artinya apabila kita mempunyai dua jenis batubara yang nilai HGI-nya berbeda, kemudian dicampurkan dengan komposisi tertentu, nilai batubara tidak bisa dihitung berdasarkan komposisi pencampuran tersebut. Nilai HGI campuran cenderung ke arah nilai yang lebih kecil.

4.13 Abrasion Index
   Abrasion index adalah indeks yang menunjukkan daya abrasi (kikis) batubara terhadap bagian dari alat yang dipergunakan untuk menggerus batubara tersebut (pulverizer) sebelum dipergunakan sebagai bahan bakar. Semakin tinggi nilai abrasive index suatu batubara semakin tinggi pula biaya pemeliharaan alat penggerus batubara tersebut.
Suatu batubara disebut abrasive apabila abrasive index-nya 400-600, dan disebut tidak abrasive apabila abrasive index-nya <10. Coke mempunyai abrasive index 2500 sedangkan sandstone mempunyai abrasive index 1200.
Batubara yang diinginkan pembeli harus mempunyai abrasive index <200. Apabila abrasive index-nya > 200, harga batubara tersebut bisa lebih murah atau bahkan sama sekali ditolak.

4.14 Trace Element
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui komposisi unsur dalam batubara yang dianggap berbahaya terhadap lingkungan. Jumlahnya kecil, misalnya merkuri, arsen, selenium, fluorine, cadmium dsb.






4.15 Crucible Swelling Number
Crucible swelling number (CSN) adalah salah satu tes untuk mengamati caking properties batubara, yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Caking adalah sifat yang menggambarkan kemampuan batubara membentuk gumpalan yang mengembang selama proses pemanasan.













             Gambar V.7 Bagan alat untuk mengukur
                 Crusible Swelling Number


4.16 Gray King Coke
Gray-King coke type adalah analisis untuk mengamati coking coal. Coking adalah sifat yang berhubungan dengan perilaku batubara selama proses carbonisation (proses pembuatan coke secara komersial) serta sifat coke yang dihasilkannya. Tes ini dilakukan pada tingkat pemanasan yang lambat yang lebih mirip dengan tingkat pemanasan pada coke oven.

4.17 Roga Index
Roga index adalah indeks yang didapat dari salah satu tes caking yang disebut roga test. Tes ini untuk mengukur caking power. Indeks ini dipergunakan dalam klasifikasi batubara internasional sebagai alternatif dari crusible swelling number. Indeks ini dapat diperbandingkan dengan perkiraan di bawah ini.

Tabel V.2
Perbandingan Index
Crucible Swelling Number dan Roga Index
Crucible swelling number
Roga index
0 – ½
0 – 5
1 – 2
5 – 20
2 ½  - 4
20 – 45
> 4
> 45








4.18 Audibert Arnu Dilatometry
Pada proses karbonisasi, batubara pada awalnya umumnya mengkerut, kemudian mengembang ketika volatile matter mulai menguap, dan akhirnya terbentuklah gumpalan kokas.
Perubahan volume yang terjadi pada proses ini sangat penting untuk diketahui, agar penentuan jumlah batubara konsumsi coke oven dapat dilakukan dengan tepat sehingga prosesnya menjadi aman. Informasi ini pun penting diketahui dalam proses pencampuran beberapa batubara untuk operasi pembuatan kokas komersial. Audibert-Arnu dilatometry adalah alat untuk mengukur perubahan volume yang terjadi pada proses karbonisasi tersebut.



4.19 Caking and Coking Analysis Properties
Caking dan coking properties adalah sifat atau perilaku batubara pada saat dipanaskan serta sifat coke yang terbentuk dari pemanasan tersebut.
Caking adalah sifat yang menggambarkan kemampuan batubara membentuk gumpalan yang mengembang selama proses pemanasan. Tes ini dilakukan pada tingkat pemanasan yang cepat. Tes untuk mengukur sifat caking ini adalah crucible swelling number (disebut juga dengan free swelling index (ASTM), dan coke button index) dan caking power yang diukur dengan roga test.
Coking adalah sifat yang berhubungan dengan perilaku batubara selama proses carbonisation (proses pembuatan coke secara komersial) serta sifat coke yang dihasilkannya. Tes ini dilakukan pada tingkat pemanasan yang lambat yang lebih mirip dengan tingkat pemanasan pada coke oven. Tes untuk mengukur sifat coking ini adalah Gray-king coke type, dilatometry (Audibert-Arnu), plastometry (Gieseler).
Selain untuk memperkirakan potensi batubara dalam pembuatan coke, kedua sifat ini juga penting dalam pengklasifikasian batubara.











Gambar V.8 Bagan alat coke oven untuk coke properties


5.   Kualitas Batubara dan Aspek Pemanfaatan
Demikian di atas telah diuraikan secara garis besar parameter kualitas batubara. Berbicara tentang aspek pemanfaatan, setiap konsumen memiliki standar kualitas yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhannya.
Jadi sekarang berkembang sudut pandang, kualitas tidak selalu mutlak berbicara tentang nilai saja tetapi juga kejelian memanfaatkan nilai yang sudah ada dan menentukan sasaran pasar yang tepat sehingga batubara kita tetap punya nilai jual.
Pada halaman selanjutnya akan diperlihatkan beberapa tabel (tabel V.3; V.4; V.5) yang mewakili beberapa konsumen mengenai parameter-parameter kualitas yang diinginkan. Kebutuhan akan kualitas batubara antara pabrik semen, pabrik kokas, pembangkit tenaga listrik dan sebagainya berbeda satu sama lain.
Demikian wawasan setiap kita dari setiap sudut pandang dan perhitungan harus luas dan mendalam sehingga tepat pada sasaran.  
















Tabel V.3
Kualitas Batubara yang Dibutuhkan
      Oleh Pabrik Semen
Parameter
Yang Diinginkan
Limit Tipikal
Keterangan
Total moisture
(%-ar)
Free moisture
(%-ar)
4 – 8

rendah
max 12
(max 15)
max 10 – 12

Nilai kalori net berkurang. Akan menimbulkan masalah pada penggilingan dan
penanganan. Limit untuk low
rank coal lebih tinggi.
Ash
(%-ad)
< 15
max 20
(max 40 – 50)
Pengaruh abu kecil tetapi kadarnya harus tetap (+2%). Komposisi abu harus
konsisten karena diperlukan dalam pengaturan
penambahan bahan baku.
Volatile matter
(%-dmmf)
Beragam
(max 24)
Tergantung sistem
pembakaran tetapi biasanya fleksibel.
Gross Calorivic Value
(MJ/kg-ad)
Beragam
(min 21.0)
Basis yang diinginkan
konsumen bermacam-macam (gross/net, ad/ar).
Total Sulphur
(%-ad)
< 2%
max 2 – 5
Tergantung dari kandungan sulfur bahan baku.
Kadar sulfur clinker < 1.3%
Chlorine
(%-ad)
Rendah
(max 0.1)
Dalam proses kering,
kandungan chlorine dalam
clinker < 0.03%. Tergantung dari kandungan chlorine
bahan baku, maksimum
dalam batubara beragam
sampai 0.01%.
P2O5
Ash analysis (%)
< 2%
(max 6 – 8)
Kandungan P2O5 dalam
clinker < 1%
Hardgrove grindability index
Tinggi
Min 50 – 55
(min 40)
Tergantung dari kapasitas
penggerusan serta jumlah
produksi yang diinginkan.
Max particle size (mm)
25 – 30
35 – 40
Tergantung limit ukuran
partikel yang dapat diterima
oleh alat penggerus.
Fines content
(<0.5mm)
(%)
15 – 20

25 – 30

Terlalu banyak yang halus akan menimbulkan masalah pada waktu penanganannya terutama kalau basah,
bahkan total moisture akan lebih besar apabila terlalu banyak yang halus.

Catatan    :  Limit tipikal adalah limit yang pada umumnya diinginkan para  
konsumen, angka dalam kurung adalah angka yang menunjukkan
limit pada kasus tertentu.

Tabel V.4
Kualitas Batubara yang Dibutuhkan
         Oleh Pabrik Kokas
Parameter
Yang Diinginkan
Limit Tipikal
Keterangan
Total moisture
(%-ar)

5 – 10
max 12
(max 15)

Akan menimbulkan masalah pada penggilingan dan
penanganan.
Ash
(%-ad)
Rendah
max 6 – 8
(max 10 – 12)
Kandungan abu kokas
hendaknya rendah untuk
mengurangi kerak pada blast
furnace.
Volatile matter
(%-dmmf)
Beragam
16 – 21
21 – 26
26 – 31
low volatile coal
medium volatile coal
high volatile coal
Total sulphur
(%-ad)
Rendah
max 0.6 – 0.8
(max 1.0)
Kandungan sulfur kokas
hendaknya rendah agar
penyerapan sulfur oleh pig
iron dalam blast furnace
dikurangi.
Phosphorus
(%-ad)
Rendah
max 0.1
Phosphorus dalam baja akan membuat baja cepat rapuh.
Free swelling index
7 – 9
min 6

Roga test
60 – 90
min 50

Gray-King coke type
G6 – G14
min G4 – G5


Audibert-Arnu dilatometry
 max dilatation (%)
25 – 70
80 – 140
150 – 350
min 20
min 60
min 100
low volatile coal
medium volatile coal
high volatile coal
Gieseler plastometry
Fluidity range
(oC)
above 80
above 100
above 130
min 70
min 80
min 100
low volatile coal
medium volatile coal
high volatile coal
Data caking/coking di atas hanya sebagai penunjuk potensi batubara untuk dibuat kokas. Prediksi kinerja batubara dalam coke oven yang lebih dapat dipercaya memerlukan tes yang lebih ekstensif. Prime coking coal adalah batubara yang memenuhi deretan kualitas yang paling atas. Blend coking coal tidak harus mengikuti deretan kualitas di atas, karena juga tergantung dari batubara yang dipakai untuk pencampurnya.

Catatan    :  Limit tipikal adalah limit yang pada umumnya diinginkan para  
konsumen, angka dalam kurung adalah angka yang menunjukkan
limit pada kasus tertentu.




Tabel V.5
Kualitas Batubara yang Dibutuhkan Oleh Pembangkit Tenaga Listrik
Parameter
Yang Diinginkan
Limit Tipikal
Keterangan
Total moisture
(%-ar)
Free moisture
(%-ar)
4 – 8 [][]
rendah
max 12
(max 15)
max 10 – 12

Nilai kalori net berkurang. Akan menimbulkan masalah pada penggilingan dan
penanganan. Limit untuk low
rank coal lebih tinggi.
Ash
(%-ad)
Rendah
max 15 – 20
(max 30)
Nilai kalori berkurang.
Limit tergantung pada
kemampuan alat dalam
penangananan dan
pembuangan abu.
Volatile matter
(%-dmmf)
25 – 30

15 – 25
min 25

max 25
Side-fired p.f furnace

Down –fired p.f furnace
Gross Calorivic Value
(MJ/kg-ad)
Tinggi
min 24 – 25

Basis yang diinginkan
konsumen bermacam-macam (gross/net, ad/ar).
Total Sulphur
(%-ad)

Rendah
max 0.5 – 1.0
(max 2.0)
Limit maksimum tergantung peraturan daerah tentang polusi. Inggris 2%,
Jerman 1%, Jepang 0.5%.
Chlorine
(%-ad)

Rendah
max 0.1 – 0.3
(max 0.5)

Sebagai penunjuk kandungan alkali. Harus rendah untuk mengurangi kecenderungan terjadinya fouling.
Ash Fusion temp.
(oxidizing/reducing)
(oC)
Tinggi ISO A



Rendah ISO C
min 1200
(min 1050)


max 1350
(max 1430)
Dry bottom furnace.
Tergantung fleksibilitas dan prosedur operasi alat.

Wet bottom furnace.
Tergantung suhu operasi.
Kondisi tanur yang
menentukan oxidicing dan
reducing yang diperlukan ash fusion.
Nitrogen (%dmmf)
Rendah
(0.8 – 1.1)

Yang diinginkan rendah untuk mengurangi pembentukan Nox.
Hardgrove grindability index
Tinggi
min 50 – 55
(min 45)
Tergantung dari kapasitas penggerusan serta jumlah produksi yang diinginkan.
Particle size max (mm)
25 – 30
35 – 40
Tergantung limit ukuran
partikel yang dapat diterima oleh alat penggerus.
Fines content
(less than 0.5 mm)
(%)
15 – 20

25 – 30

Terlalu banyak yang halus akan menimbulkan masalah pada waktu penanganannya terutama kalau basah,
bahkan total moisture akan lebih besar apabila terlalu banyak yang halus.

3 komentar:

  1. mang gambarnya hilang2,boleh minta datanya,kalau berkenan,tolong kirim ke edwarboys@gmail.com

    BalasHapus
  2. bang, kenapa dalam volatile matter test cawan kosongnya harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum dimasukkan sample batubara di dalamnya ??

    anugrah.pangeran@gmail.com

    BalasHapus
  3. Bang, kalo tabel kualitas batubara untuk pembangkit listrik, kokas, sama semen ini sumber nya dari mana ya ?boleh share ke email aja bang

    Saidmuhamad1996@gmail.com

    Makasih sebelumnya bang

    BalasHapus